PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu-isu
yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong
kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris
sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu
pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak
globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman
mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas
teritorial geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta
pilar-pilar utama lainnya yang menopang eksistensi mereka sebagai nation
state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi
globalisasi.
Globalisasi
bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan
ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang
dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal yang
berkaitari dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi,
komunikasi, transportasi, dll.
Perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
perkembangan global, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan
Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik
dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka
kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan,
baik akademik maupun non- akademik, dan memperbaiki manajemen
pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Anak
usia tujuh sampai lima belas tahun seharusnya mendapatkan pendidikan
dasar secara gratis, karena pasal 11 ayat 2 UU Sisdiknas menyatakan
"Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun".
Upaya
memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia sebenarnya juga telah
ditempuh dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
yang menyatakan bahwa wewenang terbesar bidang pendidikan ada di tangan
pemerintah daerah, baik yang menyangkut bubget maupun kebijakan yang
bersifat strategis di bidang kurikulum. Namun dalam pelaksanaannya,
ternyata di beberapa daerah mendapat kendala, karena kurangnya
ketersediaan anggaran pendidikan, padahal berdasarkan pasal 31 ayat 4
UUD 1945 dan pasal 49 UU Sisdiknas, anggaran pendidikan minimal 20% dari
APBD. Kendala lain yang dihadapi sebagian pemerintah daerah adalah
karena tidak tercukupinya kebutuhan tenaga pendidik dan untuk mengangkat
PNS baru membutuhkan anggaran yang cukup besar pula. Selain pemerintah,
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia juga menjadi tanggung jawab
dari masyarakat, untuk itu Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan
surat keputusan Nomor: 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1) Untuk memenuhi tugas dari guru
2) Agar siswa menjadi terlatih dalam membuat makalah
3) Agar dapat menjadi wawasan tersendiri bagi siswa tentang Globalisasi Pendidikan
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang penulis harapkan dengan adanya makalah ini adalah :
1) Agar
penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya mengerti akan
Globalisasi Pendidikan dan mulai bersiap-siap dari sekarang.
2) Agar timbul kepedulian terhadap Pendidikan terhadap dampak Globalisasi mendatang
3) Sebagai referensi terhadap Globalisasi Pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Menurut asal katanya, kata "Globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman
menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda
atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan,
kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu
proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan
membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi
dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat. Sedangkan, “Pendidikan” adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Jadi, Globalisasi Pendidikan adalah sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat secara universal atau menyeluruh.
Di
sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang
diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,
globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling
mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan
ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak
mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap
perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain
seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama
kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
· Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional.
Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya
masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
· Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar
negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun
migrasi.
· Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material
maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat
menjadi pengalaman seluruh dunia.
· Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan
semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
· Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan
keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing
negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang
kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar
gabungan negara-negara.
Filosofi pendidikan
Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan
bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh
banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam
kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum
kelahiran.
Bagi
sebagian orang pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada
pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah
membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."
Anggota
keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam - sering kali
lebih mendalam dari yang disadari mereka - walaupun pengajaran anggota
keluarga berjalan secara tidak resmi.
2.2. Isu Kritis
Ada
dua isu kritis yang perlu kita sikapi sehubungan dengan perspektif
globalisasi dalam kebijakan pendidikan nasional di Indonesia yaitu: (1)
Siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi?; (2) Apa
tantangan dan kendala yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia saat ini
dan apa alternatif solusi dalam menghadapi tantangan dan kendala
tersebut?
2.3. Dunia di Era Globalisasi
Globalisasi
telah menjadi sebuah kata yang memiliki makna tersendiri dan seringkali
kita baca dan dengar. Banyak pengguna istilah globalisasi memahaminya
berbeda dari makna yang sesungguhnya. Realitas semacam ini bisa diterima
mengingat tidak ada definisi yang tunggal terhadap globalisasi.
R.
Robertson (1992) misalnya, merumuskan globalisasi sebagai: "... the
compression of the world and the intensification of consciousness of the
world as a whole."
P.
Kotter (1995) mendeskripsikan globalisasi sebagai, "...the Product of
many forces, some of which are political (no major was since 1945), some
of which are technological (faster and cheaper transportation and
communication), and some of which are economic (mature firms seeking
growth outside their national boundaries)."
Tetapi,
dalam tulisan ini kita cenderung mengutip pendapat J.A. Scholte (2002)
yang menyimpulkan bahwa setidaknya ada lima kategori pengertian
globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur. Kelima kategori
definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.
1. Globalisasi sebagai internasionalisasi
Dengan
pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar `sebuah kata sifat
(adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai
negara'. la menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan
interdependensi internasional. Semakin besar volume perdagangan dan
investasi modal, maka ekonomi antar- negara semakin terintegrasi menuju
ekonomi global di mana `ekonomi nasional yang distingtif dilesap dan
diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem melalui proses dan
kesepakatan internasional'.
2. Globalisasi sebagai liberalisasi
Dalam
pengertian ini, `globalisasi' merujuk pada `sebuah proses penghapusan
hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar
negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang`terbuka' dan
`tanpa-batas.' Mereka yang berpendapat pentingnya menghapus
hambatan-hambatan perdagangan dan kontrol modal biasanya berlindung di
balik mantel `globalisasi.'
3. Globalisasi sebagai universalisasi
Dalam
konsep ini, kata `global' digunakan dengan pemahaman bahwa
proses `mendunia' dan `globalisasi' merupakan proses penyebaran berbagai
obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh
klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi,
internet, dll.
4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi (lebih dalam bentuk yang Americanised)
`Globalisasi'
dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana
struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme,
industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia,
yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan
serta merampas hakself-determination rakyat setempat.
5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai persebaran supra-teritorialitas)
`Globalisasi'
mendorong `rekonfigurasi' geografis, sehingga ruang- sosial tidak lagi
semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan
batas-batas teritorial.' Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami
sebagai sebuah proses (atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah
transformasi dalam spatial organisation dari hubungan sosial dan
transaksi-ditinjau dari segi ekstensitas, intensitas, kecepatan dan
dampaknya-yang memutar mobilitas antar-benua atau antar-regional serta
jejaringan aktivitas.
2.4. The World is Flat
Thomas
L. Friedman dalam bukunya The World is Flat menulis bahwa dunia telah
berubah menjadi datar (flat). Friedman melihat ada 10 faktor penyebabnya
yaitu:
a. 11/9/89
Ketika
tembok berlin runtuh pada tanggal 9 Nopember 1989. Suatu simbol pemisah
antara dunia blok barat dan blok timur telah diruntuhkan sehingga dunia
kini menyatu. Juga pada saat bersamaan muncul Sistem Operasi Windows
yang membawa manusia hidup bersama dan saling berinteraksi satu sama
lain.
b. Netscape went public
Pada
pertengahan tahun 1990 an perkembangan jaringan komputer berbasis
Windows mencapai puncaknya. Pada saat ini diluncurkan suatu Web browser
Netscape yang dapat membawa manusia untuk mendapatkan informasi dari
seluruh dunia mengenai apapun, di manapun dia tinggal.
c. Workflow Software
Akhir
abad 20 juga ditandai dengan kemajuan dalam bidang Software Workflow
dimana seseorang dapat mengetahui suatu sistem dengan melihat workflow
dari sistem tersebut. Era ini juga ditandai dengan dikembangkannya VPN
(Virtual Private Network) sehingga masing-masing institusi bisa saling
berinteraksi dengan bantuan jaringan komputer yang bersifat private
sehingga keamanan data dapat terjamin.
d. Open Sourcing
Dominasi
Microsoft Windows pada sistem operasi dunia serta software aplikasi
pendukung lainnya akhirnya dapat ditandingi dengan munculnya Software
Open Source. Masyarakat di seluruh dunia dapat mengembangkan sistem
komputer serta jaringannya dalam komunitas ini. Sistem ini tidak lagi
didominasi oleh institusi tertentu (Microsoft).
e. Oursourcing
Memasuki
tahun 2000 (Y2K = year 2000), perusahaan dapat saja menyelesaikan
tugasnya dengan sistem outsource. Artinya pekerjaan dilakukan di luar
dengan melibatkan sumber daya dari luar, sehingga perusahaan tersebut
tidak perlu memikirkan tugas tersebut.
f. Offshoring
Untuk
pengembangan bisnis, suatu perusahaan dapat melakukan off shore. Ini
dilakukan dengan memindahkan pabrik pada suatulokasi tertentu. Negara
yang menjadi tujuan banyak industri dunia adalah China, karena memiliki
sumber daya manusia serta market yang berlimpah.
g. Supply Chaining.
Supply
chaining menyebabkan dunia men-deliver semua kebutuhan kita mulai dari
keperluan sehari-hari sampai kebutuhan dengan teknologi tinggi dengan
harga yang rendah. Era ini ditandai dengan munculnya toko retail
waralaba besar yang merambah ke seluruh dunia.
h. Insourcing
Insourcing
kebalikan dari outsourcing. Perusahaan kecil menengah dapat saja
membantu perusahaan besar mengerjakan tugas-tugasnya.
i. Informing
Manusia
dapat mencari informasi mengenai apa saja, dari mana saja. Hal itu
dimungkinkan setelah dikembangkan Search Engine seperti Google, Yahoo
atau MSN Search Engine. Dengan bantuan web browser maka kita dapat
mencari informasi tersebut pada jaringan komputer dunia.
j. The Steroids
Manusia
dapat saling berinteraksi satu sama lain dengan melalui 4 cara
nirkabel. Untuk jarak sampai 30 inch kita dapat menggunakan
teknologiinframerah. Untuk jarak sampai 30 feet kita dapat menggunakan
teknologibluetooth. Untuk jarak sampai 150 inch kita dapat menggunakan
teknologiWi-Fi. Untuk dapat mencapai seluruh dunia kita dapat
menggunakan bantuancell-phone yang disambungkan dengan perangkat
komputer kita. Dunia menjadi semakin semarak dengan dikembangkannya
sistem digital, mobile, personal dan virtual.
2.5. Perspektif Globalisasi dan Kebijakan Pendidikan Indonesia
Dalam
summit APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan berani menerima
jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan: "Siap tidak siap, suka
tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di
dalamnya". Banyak pengamat menilai bahwa pada waktu itu Indonesia
menyatakan `siap' dalam globalisasi kurang didasarkan pada asumsi yang
realistis.
Dalam
menilai kesiapan dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi ada
baiknya kita mengukur posisi Indonesia dengan
indikator-indikator-terlepas dari metodologi yang dipakai oleh pembuat
survei yang dianggap cukup relevan, yaitu: tingkat kompetisi Indonesia
di dunia global (global competitiveness), indeks persepsi korupsi
(corruption perception index), dan indeks pengembangan SDM (human
development index).
Menurut
indikator pertama, dalam tingkat kompetisi global tahun 2002, Indonesia
berada pada posisi ke-72 dari 115 negara yang disurvei. Indonesia
berada di bawah India yang menempati posisi ke-56, Vietnam pada posisi
ke-60, dan Filipina pada posisi ke-66. Meskipun konfigurasi yang dibuat
oleh Global Economic Forum ini lebih merupakan kuantifikasi dari aspek
ekonomi dan bersifat relatif, tetapi secara umum prestasi tersebut juga
merefleksikan kualitas dunia pendidikan kita.
Dari
sudut persepsi publik terhadap korupsi tahun 2002, hasil survei yang
dilakukan oleh Transparency International dan Universitas Gottingen
menempatkan Indonesia pada urutan ke-122. Indonesia berada di bawah
India yang menempati posisi ke- 83, Filipina pada posisi ke92, dan
Vietnam pada posisi ke-100. Mengingat sikap dan watak merupakan hasil
pembinaan pendidikan, dunia pendidikan kita bisa dianggap `liable'
terhadap perilaku korup. Implikasi indikator ini terhadap dunia
pendidikan kita secara umum ialah proses pendidikan kita belum mampu-
secara signifikan-menghasilkan lulusan yang bersih, jujur dan amanah.
Era
pasar bebas memungkinkan masuknya lembaga pendidikan dan tenaga
pendidik yang mempunyai kemampuan internasional ke Indonesia, untuk itu,
kemampuan bersaing lembaga pendidikan dan tenaga pendidik harus
ditingkatkan. Dalam upaya meningkatkan kualitas para tenaga pendidik,
perlu juga sekaligus memberikan perlindungan profesi pada mereka dalam
bentuk program lisensi, bagi semua pendidik dan mereka yang ingin meniti
karier sebagai pendidik. Program lisensi tersebut diperlukan untuk
memberikan jaminan mutu pendidikan yang akan diberikan agar sesuai
dengan standar nasional, misalnya dengan kriteria minimal harus
menguasai segala aspek standar kompetensi guru. Dan bagi warga negara
asing yang akan menjadi tenaga pendidik di wilayah republik Indonesia,
selain harus menguasai standar kompetensi guru juga diwajibkan menguasai
bahasa Indonesia.
Kebijakan
dan penyelenggaraan pendidikan nasional kita cenderung mengambil
pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan
secara konsekuen? Artinya, dalam suatu produksi, yang harus diperhatikan
tidak saja aspek input, tetapi juga prosesnya. Kita masih kurang
memperhatikan dimensi `proses' ini sehingga mutu outputnya menjadi
rendah.
Penyelenggaraan
pendidikan menggunakan pendekatan yang sentralistik sehingga sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan
birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai
dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan
kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu
tujuan pendidikan nasional.
Salah
satu kasus yang mengindikasikan lemahnya manajemen pendidikan kita
adalah dikeluarkannya aturan oleh Depdiknas tentang standar kelulusan
siswa SMP dan SMA dalam UAN dengan passing grade 4,01. Setelah muncul
protes di banyak tempat `memaksa' Depdiknas mengeluarkan aturan baru
yang terlihat tergesa-gesa yang tidak diantisipasi sebelumnya. Padahal,
niat Depdiknas tersebut sudah bagus yakni untuk meningkatkan mutu
pendidikan dengan standar kelulusan. Angkadrempel 4,01 itu sebenarnya
masih di bawah standar kelulusan internasional yaitu 5,5 (6,0). Hanya
saja, kebijakan menaikkan standar kelulusan tersebut tidak diawali atau
diiringi dengan peningkatan kualitas manajemen, guru, dan infrastruktur
pendidikan secara signifikan. Persepsi umum bahwa kebijakan pendidikan
masih terkesan "trial and error" adalah seringnya perubahan yang tidak
tuntas baik dalam tataran orientasi, kurikulum maupun
sistempembelajaran. Dalam beberapa kasus, faktor `grant' tampaknya bisa
mengubah kebijakan pendidikan nasional kita menjadi proyek-proyek yang
fragmentatif atau tidak komprehensif.
Pengenalan
pendekatan pembelajaran 'Contextual Teaching and Learning (CTL)'
misalnya masih terlihat sporadis dan-karena berbagai kendala khususnya
anggaran-hanya sebagian kecil sekolah di Indonesia yang baru mampu
melaksanakannya. Kita juga akan melihat apakah kasusnya sama dengan
penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mulai diterapkan
tahun 2004 yang sekarang diperbarui dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Aspek adaptabilitas dan kesinambungan dalam kebijakan
pendidikan masih perlu dipikirkan dengan lebih serius. Meskipun
tanggung jawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap di tangan
pemerintah c.q. Mendiknas, tetapi sejalan dengan desentralisasi dan
otonomi, sekolah sebagai pelaksana pendidikan sudah diberikan tanggung
jawab dan kemandirian dalam penyelenggaraan pendidikan. Pemberlakuan UU
Sisdiknas 2003 dan aturan-aturan lain yang merupakan penjabaran dari
butir-butir legalitas yang statusnya lebih tinggi adalah salah satu
contoh kebijakan yang ditimbulkan oleh kecenderungan ini.
Di
beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu
segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan
guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan
2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan
ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
|
2004
|
2005
|
KEBUTUHAN
|
KEBUTUHAN
|
PENSIUN
|
KEBUTUHAN
|
PENSIUN
|
TK
|
893
|
187
|
1,080
|
260
|
1,340
|
SD
|
63,144
|
20,399
|
83,543
|
23,918
|
107,461
|
SMP
|
57,537
|
4,707
|
62,244
|
6,270
|
68,514
|
SMU
|
26,120
|
1,498
|
27,618
|
1,685
|
29,303
|
SMK
|
9,972
|
1,073
|
11,045
|
1,175
|
12,220
|
TOTAL
|
157,666
|
27,864
|
158,530
|
33,,308
|
218,838
|
Tabel 1. Kekurangan guru untuk Tahun 2004 dan 2005
(Sumber Data: Direktorat Tenaga Kependidikan, 2004)
Dalam
menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya
manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga
diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan
non formal (tabel 2).
UMUR
|
JUMLAH
|
TERLAYAN pada jenjang yang sesuai
|
BELUM TERLAYAN di jenjang yang sesuai
|
0 - 6
|
26.172.763
|
7.159.200
|
19.013.563
|
72,65%
|
7 - 12
|
25.857.117
|
24.434.976
|
1.422.141
|
5,50%
|
13 - 15
|
13.095.083
|
7.293.961
|
5.801.122
|
44,30%
|
16 - 18
|
13.466.700
|
4.352.759
|
9.113.941
|
67,68%
|
19 - 24
|
25.784.500
|
3.688.794
|
22.095.706
|
85,69%
|
JUMLAH
|
104.376.163
|
46.929.690
|
57.446.473
|
55,04%
|
Tabel 2. Tantangan pendidikan non Formal
(Sumber Data: Direktorat Tenaga Kependidikan, 2004)
Selanjutnya
setelah seluruh tenaga pendidik terpenuhi, maka kita dihadapkan pada
masalah peningkatan kualitas mutu pendidikan. Gambar 1. menjelaskan
tentang faktor faktor yang menentukan mutu pendidikan dimana di
lingkaran paling dalam adalah siswa sebagai the learner. Selanjutnya
yang ikut berpengaruh dalamproses peningkatan mutu pendidikan adalah
proses learning, teaching, enabling environment serta education sector
policy. Jelas di sini menunjukkan bahwapolicy pemerintah sangat
menentukan kualitas mutu pendidikan di Indonesia.
2.6. Pengembangan SDM Indonesia Menghadapi Globalisasi
Dalam
kompetisi menghadapi globalisasi Sumber Daya Manusia memegang peranan
yang sangat penting. Bila tidak siap maka manusia Indonesia akan
tergilas oleh globalisasi. Akan tetapi bila siap, maka kita akan menjadi
sang pemenang. Secara sederhana kita dapat mendefisikan sikap pemenang
(winner) yaitu:
· •Adalah
mereka yang berada didepan perubahan, terus- menerus meredifinisi
bidang kegiatannya, menciptakan pasar baru, membuat trobosan baru,
menemukan kembali cara-cara berkompetisi, menantang status quo.
· •Pimpinan
yg mau mendesentralisasi kekuasaannya dan mendemokratisasikan
strateginya dengan melibatkan berbagai orang baik yg ada di dalam maupun
di luar organisasinya dalam proses menemukan kiat utk menghadapi masa
depan
Untuk
tingkat perusahaan telah terjadinya pergeseran paradigma antara model
konvensional dengan model yang terjadi di era globalisasi (abad 21) yang
secara umum dapat dijelaskan pada tabel 2. berikut:
No
|
Current Model
|
Item
|
21st Century
|
1.
|
Hierarchy
|
ORGANIZATION
|
Network
|
2.
|
Self-sufficient
|
STRUCTURE
|
Interdependent
|
3.
|
Security
|
WORKER EXPECTN
|
Personal growth
|
4.
|
Homogeneous
|
WORKFORCE
|
Culturally diverse
|
5.
|
By individuals
|
WORK
|
By teams
|
6.
|
Domestic
|
MARKETS
|
Global
|
7.
|
Cost
|
ADVANTAGE
|
Time
|
8.
|
Profits
|
FOCUS
|
Customers
|
9.
|
Capital
|
RESOURCES
|
Information
|
10.
|
Board of directors
|
GOVERNANCE
|
Varied constituents
|
11.
|
What’s affordable
|
QUALITY
|
No compromises
|
12.
|
Autocratic
|
LEADERSHIP
|
Inspirational
|
Tabel 2. Perubahan Paradigma Abad 21
Untuk menghadapi globalisasi kita dapat menerapkan kiat 3C yaitu:
· •Competence,
· •Concept and
· •Connection
Dengan mengembangkan 3C diatas maka diharapkan akan terjadi peningkatan sumber daya manusia Indonesia menghadapi globalisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
tulisan di atas, kita bisa menyimpulkan, pertama, bahwa dalam berbagai
takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi
globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu
saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia
masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk
memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM
yang kompetitif dan tangguh.
Kedua,
dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun
dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga,
alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga
dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai
bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh
bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan
anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan
`kesalahan' dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor- sektor
lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan
harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga
yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian
mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka
semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa
kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang
dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalahvisioning, repositioning
strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah
beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,
tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta
kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak
mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih
bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas L. Friedman, 1989,From Beirut to Jerusalem, Penerbit Farrar, Straus and Giroux
2. Thomas L. Friedman, 1999,The Lexus and the Olive Tree, Penerbit Farrar, Straus and Giroux
3. Thomas L. Friedman, 2002,Longitudes and Attitudes, Penerbit Farrar, Straus and Giroux
4. Thomas L. Friedman, 2005,The World Is Flat, Penerbit Farrar, Straus and Giroux
5. H.A.R. Tilaar, 2004, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Penerbit Rineka Cipta
6.
H.A.R. Tilaar, 2004, Multikulturalisma, Tantangan-tantangan Global Masa
Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Penerbit Grasindo
7. Referensi www.fahrismarter.blogspot.com